angga hermansah

My Blog

Latest blog



Menurut Witasari (2015) dalam Astha Brata dan Pranata Mangsa: Alam dan Relasi Kuasa, pranata mangsa merupakan wujud harmonisasi hubungan antara manusia lingkungan alam-dan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan petani Jawa, dan masyarakat tradisional lainnya adalah bentuk keyakinan atas cara Tuhan bekerja mengatur alam melalui tanda-tanda alam, sebagai bagian dari keseimbangan kosmologis. Bentuk keyakinan tersebut kemudian diekspresikan dalam keseharian masyarakat kita, diantaranya adalah ekspresi kapan mengolah lahan, jenis tanaman apa yang ditanam, hingga tradisi yang membersamainya masih berhubungan dengan keyakinan pranata yang dikuasainya. Perihal pranata mangsa, kita juga diingatkan Sitaningtyas (2018) dalam Nilai Luhur Pranata Mangsa Dalam Sistem Pertanian Modern. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia, 1(2), 28-32, agar kita tidak lupa, bahwa pranata mangsa merupakan warisan nenek moyang petani Jawa yang membagi musim menjadi 12 mangsa. Masing-masing mangsa menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan budidaya pertanian. Kedua belas mangsa dibagi berdasarkan pergerakan bintang, pembagian itu meliputi kondisi cuaca, kondisi alam, kondisi psikologi masyarakat dan anjuran kegiatan pertanian yang dapat dilakukan. Dan lebih bangganya lagi, dalam studi Karjanto (2022) dalam Revisiting Indigenous Wisdom of Javanese Pranata mangsa. Comment on Zaki et al. Adaptation to Extreme Hydrological Events by Javanese Society through Local Knowledge. Sustainability 2020, 12, 10373. Sustainability, 14(15), 9632, menegaskan bahwa dengan memadukan pranata mangsa (memadukan kearifan lokal) dengan data ilmiah, masyarakat Jawa memiliki ketahanan yang lebih baik dalam beradaptasi terhadap kejadian hidrologi ekstrem yang terjadi akibat pemanasan global dan perubahan iklim.
 
Dalam catatan Sobirin (2018) tentang lini masa pranata mangsa dalam Pranata Mangsa dan Budaya Kearifan Lingkungan, sejarah  zaman  keemasan  sampai  pudarnya  pranata mangsa,  dapat  dibagi  dalam  lima periode. Periode pertama sekitar tahun 1817, ketika unsur-unsur  pranata  mangsa  telah  dimanfaatkan oleh petani untuk kegiatan pertaniannya. Periode kedua sekitar tahun 1855 ketika pranata mangsa  ditetapkan  oleh Sri  Paduka  Susuhunan Pakubuwono  VII  sebagai  kalender  resmi  pertanian.  Periode ketiga  sekitar  tahun  1920,  ketika pranata  mangsa  mulai  meleset  dengan  diketahui adanya  anomali  iklim.  Periode  keempat  sekitar tahun 1970-an hingga tahun 1990-an ketika pembangunan infrastruktur di   Pulau Jawa meningkat pesat, sehingga pranata mangsa banyak tidak tepatnya. Periode kelima sekitar  tahun  2000  hingga  terakhir  tahun  2016  ketika modernisasi  kehidupan  telah  merata  di  Pulau Jawa  dan  pranata  mangsa  tidak  lagi  dihiraukan lagi sebagai kalender pertanian.

Dalam catatan Prahmana dkk (2021) dalam Ethnomathematics: Pranata mangsa System and The Birth-Death Ceremonial in Yogyakarta, telah mengingatkan kita bahwa masyarakat Jawa memiliki pembagian musim sejumlah duabelas mangsa. Pranata mangsa tersebut diantaranya; Mangsa Kasa(Musim pertama), Mangsa Karo (Musim kedua), Mangsa Katelu (Musim ketiga), Mangsa Kapat (musim keempat), Mangsa Kalima (Musim kelima), Mangsa Kanem( musim keenam), Mangsa Kapitu (musim ketujuh), Mangsa Kawolu (musim kedelapan), Mangsa Kasanga (musim kesembilan), Mangsa Kasepuluh(Musim kesepuluh), dan Mangsa Sadha (Musim kedua belas). 

Pranata mangsa hingga sekarang masih difungsikan. Studi Khotimah (2019) melaporkan pranata mangsa masih digunakan oleh petani di Kecamatan Imogiri sebagai pengendali kegiatan pertanian. Menurut Khatimah, kegiatan para petani yang berhubungan dengan pranata mangsa diantara pengambilan keputusan dalam menentukan jenis penggunaan lahan, pergiliran tanaman, dan jenis tanaman dominan di dalamnya. Keberfungsian pranata mangsa juga terapkan untuk mitigasi bencana. Hal ini dapat dilihat studi Sobirin (2018) dimana Pada  zaman  dahulu,  banjir  dan  kekeringan  telah  ada,  tetapi  kemungkinan  terjadinya peristiwa  lingkungan  terkait  air  tersebut  dapat diprediksi  jauh  sebelumnya,  sesuai  seperti  yang tertulis  pada  mangsa-mangsa    tertentu    dalam  pranata  mangsa. Sejak lama pranata mangsa telah menjalin relasi dengan masyarakat, khususnya Jawa. Menurut Badrudin (2024) dalam kaitannya dengan pranata mangsa, masyarakat Jawa mempunyai konsep hubungan vertikal dan horizontal yang meliputi: konsep Tuhan, dunia/bumi, waktu, dan ruang. Melalui pranata mangsa, para petani menyelaraskan diri dengan kosmos dan alam. Dari tiga kajian tersebut, keberadaan pranata mangsa dalam keseharian masyarakat Jawa masih berfungsi baik karena membantu dalam memahami musim dan mitigasi bencana yang akan terjadi, karena adanya hubungan relasional dalam membangun pengetahuan tentang pemahaman musim yang dibalut dengan hubungan horizontal dan hubungan vertikal.

Namun dengan pusaran fungsi dan relasi kuat itu, ternyata pranata mangsa dalam keadaan terancam. Menurut studi FIdiyani dan Kamal (2012) pranata  mangsa yang masih menjadi patokan bercocok tanam ini, akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pranata mangsa mulai ditinggalkan. Ini merupakan ancaman terhadap eksistensi pranata mangsa sebagai warisan budaya bangsa. Adapun ancaman pranata mangsa diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, irigasi teknis yang telah tertata dengan baik, dan keengganan petani untuk mempelajari pranata mangsa karena kerumitan dalam penghitungannya. Seiring dengan berjalannya waktu, dimungkinkan masyarakat Jawa akan kehilangan kearifan lokal dalam memahami mangsa. Keunikan pengetahuan lokal yang diceritakan Riza (2018) tentang memahami musim dengan telapak kaki, dimana penentuan penanggalan pranata mangsa Jawa dengan metode “jam matahari horizontal” menggunakan telapak kaki seseorang yang dapat diandalkan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Hal ini murni karena cara sebagian masyarakat Jawa menentukan pranata mangsa penanggalan Jawa secara langsung di lapangan. Keunikan pengetahuan lokal dalam memahami musim juga dapat dilihat studi yang publikasikan jurnal Intisari tentang tanda-tanda musim dari kicau burung, desir angin, hingga matahari. Beberapa kalangan menyebut pranata mangsa sebagai kombinasi ilmu dan pengalaman. Pasalnya, untuk memahami pranata mangsa, indra harus lihai menanggapi berbagai macam perubahan yang terjadi di alam. Para petani biasanya akan menggunakan tanda-tanda seperti kicau burung, desir angin, maupun cahaya matahari. Keunikan lagi adalah pengetahuan lokal dalam mengidentifikasi hama yang akan muncul di setiap musim. Studi tersebut telah dilakukan Wisnubroto (1997) dimana petani kita memiliki pengetahuan tentang terdapat hubungan antara indikator mangsa dengan intensitas serangan hama penggerek batang padi. Mungkin pengetahuan yang demikian akan segera hilang? 

Kritik Suwanto dkk (2010) dalam naskah Identifikasi Sains Asli (Indigenous Science) Sistem Pranata Mangsa Melalui Kajian Etnosains. In Prosiding Seminar Biologi dalam (Vol. 7, No. 1), melaporkan bahwa sebab generasi muda meninggalkan pranata mangsa karena perubahan profesi, kurangnya informasi, dan perubahan iklim. Bagaimana ketertarikan generasi muda menjadi petani? Apakah generasi muda disini memahami pranatamangsa? Apakah pranatamangsa memberi sumbangan dalam beradaptasi dengan perubahan iklim global saat ini? merupakah daftar pertanyaan belum terjawab. 

Walaupun demikian, kabar baik selalu datang seiring dengan rasa khawatir kita terhadap hilangkan pengetahuan lokal masyarakat tentang pranata musim ini. Kabar baik itu dapat kita jumpai pada studi Rahma dkk (2021) dimana pengetahuan pranata mangsa telah diadaptasikan dengan materi matematika. Pranata mangsa menjadi sumber belajar matematik. Selain pranata mangsa, Rahma juga menggunakan dan memadukan pengetahuan lokal masyarakat Yogyakarta dalam menggunakan pemodelan matematika untuk menentukan sistem musim dan tanggal pemakaman. Menurut Rahma, model-model ini berpotensi untuk digunakan sebagai titik tolak dalam pembelajaran matematika.

Kabar baik itu juga datang dari Kristoko dkk (2012) dalam pdated pranata mangsa: Recombination of local knowledge and agro meteorology using fuzzy logic for determining planting pattern. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI), 9(6), 367, dimana telah dilakukan transformasi sosial pranata mangsa terhadap agrometeorologi. Kristoko menegaskan, sistem pranatamangsa baru yang bertujuan untuk menghasilkan prototype, simulasi rencana pola (periode 10 hari) dan perbandingan awal sistem pranatamangsa lama dan masa kini dengan menggunakan kombinasi sistem pranatamangsa dan pengetahuan agrometeorologi modern. Semoga saja dengan kabar baik (dalam ruang terbatas) ini pengetahuan pranata mangsa akan tetap terawat dikemudian.

Namun kabar baik itu tidak berlaku untuk pranata mangsa bagi para nelayan. Studi tentang pranata mangsa untuk nelayan masih langka ditemukan. Beberapa studi pranata mangsa menangkap ikan di laut dapat kita jumpai pada Partosuwiryo (2013) tentang Kajian Pranata Mangsa Sebagai Pedoman Penangkapan Ikan Di Samudra Hindia Selatan Jawa, Ardiansah (2019) tentang Perancangan Buku Visual Pranatamangsa Sebagai Pengetahuan Melaut dan Bercocok Tanam di Yogyakarta, Venia (2020) tentang Etnoastronomi masyarakat nelayan di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Keterbatasan studi tentang pranata mangsa ini jelas berbanding terbalik dengan potensi sumber daya laut kita miliki. Terlebih aktivitas di laut yang cenderung berisiko, maka kajian-kajian tentang pranata mangsa untuk untuk nelayan sudah saatnya dilakukan.  

Kajian pranata mangsa untuk nelayan, Penulis istilahkan Pranata Banyu. Maksud dari istilah pranata banyu merupakan pengetahuan yang meliputi pergantian dan penghitungan musim, perubahan pergerakan air sungai dan laut, tata cara pengelolaan tambak bandeng dan garam, serta tanda alam yang mempengaruhi musim tangkapan nelayan. Istilah tersebut Penulis munculkan sebagai pembeda dengan pranata mangsa yang dikenal selama ini oleh masyarakat agraris, selain itu pranata banyu bukan hanya membahas soal perhitungan musim ( mangsa ) melainkan juga tata kelola air untuk budidaya bandeng dan proses pembuatan garam.

Rujukan Tulisan 
  • Ardiansah, I. (2019). Perancangan Buku Visual Pranatamangsa Sebagai Pengetahuan Melaut dan Bercocok Tanam di Yogyakarta (Doctoral dissertation, Institut Seni Indonesia Yogyakarta). Dalam http://digilib.isi.ac.id/5817/. Diakses pada tanggal 19 Februari 2024, pukul 21.30 WIB. 
  • Badrudin, A. (2014). Pranata Mangsa Jawa (Cermin Pengetahuan Kolektif Masyarakat Petani/ nelayandi Jawa). http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/83880. Sabtu, 17 Februari 2024; 11:15 wib
  • Intisari. https://intisari.grid.id/read/033855183/arti-pranata-mangsa-sebagai-salah-satu-ajaran-dalam-primbon-jawa-cocok-bagi-yang-punya-profesi-ini?page=all Senin, 19 Februari 2024; 22.58 WIB ---
  • Karjanto, N. (2022). Revisiting Indigenous Wisdom of Javanese Pranata mangsa. Comment on Zaki et al. Adaptation to Extreme Hydrological Events by Javanese Society through Local Knowledge. Sustainability 2020, 12, 10373. Sustainability, 14(15), 9632.  https://doi.org/10.3390/su14159632.   Sabtu, 17 Februari 2024; 22:04  wib.
  • Khotimah, N. (2019, November). Pranata mangsa and the sustainability of agricultural land resources management in Imogiri sub-district of Bantul regency. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 338, No. 1, p. 012029). IOP Publishing. doi:10.1088/1755-1315/338/1/012029. Sabtu, 17 Februari 2024; 12:06  wib  
  • Kristoko, H., Eko, S., Sri, Y., & Bistok, S. (2012). Updated pranata mangsa: Recombination of local knowledge and agro meteorology using fuzzy logic for determining planting pattern. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI), 9(6), 367.  https://www.proquest.com/openview/35c8689ac7ab3f8e3b707b18c39a1030/1?pq-origsite=gscholar&cbl=55228. Sabtu, 17 Februari 2024; 12:29  wib
  • Partosuwiryo, S. (2013). Kajian Pranata Mangsa Sebagai Pedoman Penangkapan Ikan Di Samudra Hindia Selatan Jawa. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada , 15 (1), 20-25. https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1235000&val=11977&title=. Minggu, 18 Februari 2024; 00:04 WIB.   Ali Badrudin, SS (2018). Mangsa Pranata Jawa (Disertasi Doktor, Universitas Gadjah Mada). Minggu, 18 Februari 2024; 00:08
  • Prahmana, R. C. I., Yunianto, W., Rosa, M., & Orey, D. C. (2021). Ethnomathematics: pranatamangsa system and the birth-death ceremonial in Yogyakarta. http://doi.org/10.22342/jme.12.1.11745.93-112. Sabtu, 17 Februari 2024; 11:45  wib
  • Retnowati, A. (2014). Culture and risk based water and land management in karst areas: an understanding of local knowledge in Gunungkidul, Java, Indonesia. https://core.ac.uk/download/pdf/56346214.pdf. Sabtu, 17 Februari 2024; 23:27 wib 
  • Riza, M. H. (2018). Sundial Horizontal dalam Penentuan Penanggalan Jawa Pranata Mangsa. Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam, 2(1), 119-142. DOI: 10.30659/jua.v2i1.3016. Sabtu, 17 Februari 2024; 12:32  wib
  • Sarwanto, S., Budiharti, R., & Fitriana, D. (2010). Identifikasi Sains Asli (Indigenous Science) Sistem Pranata Mangsa Melalui Kajian Etnosains. In Prosiding Seminar Biologi (Vol. 7, No. 1). https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/article/view/1263/856. Sabtu, 17  Februari 2024; 22:51 wib.  
  • Sitaningtyas, H. A. P. F. (2018). Nilai Luhur Pranata Mangsa Dalam Sistem Pertanian Modern. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia, 1(2), 28-32.  https://ejournal.uniska-kediri.ac.id/index.php/HijauCendekia/article/view/120/100. Sabtu, 17 Februari 2024; 22:46  wib
  • Sobirin, S. (2018). Pranata Mangsa dan budaya kearifan lingkungan. Jurnal Budaya Nusantara, 2(1), 250-264.  https://doi.org/10.36456/b.nusantara.vol2.no1.a1719. Sabtu, 17 Februari 2024; 11:19 wib   Fidiyani, R., & Kamal, U. (2012). Penjabaran Hukum Alam Menurut Pikiran Orang Jawa Berdasarkan Pranata Mangsa. Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 421-436. http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2012.12.3.117. Sabtu, 17 Februari 2024; 11:15 wib
  • Somya, R., & Bayu, T. I. (2013). Studi Etnografi Visual Kearifan Lokal Pranata Mangsa sebagai Perangkat Revitalisasi dan Pengembangan Model Pranata Mangsa Terbaharukan. https://repository.uksw.edu//handle/123456789/6258. Sabtu, 17 Februari 2024; 23:18 wib  
  • Wisnubroto, S. (1997). Sumbangan pengenalan waktu tradisional “pranata mangsa” pada pengelolaan hama terpadu. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 4(1), 46-50. https://doi.org/10.22146/jpti.9881. Sabtu, 17 Februari 2024; 22:53 wib 
  • Witasari, N. (2015). Astha Brata dan Pranata Mangsa: Alam dan Relasi Kuasa dalam Konteks Agraria di Jawa. Paramita: Historical Studies Journal, 25(2), 225-237. https://doi.org/10.15294/paramita.v25i2.5138. Sabtu, 17 Februari 2024; 22:14  wib
  • Venia, Susan (2020) Etnoastronomi masyarakat nelayan di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Undergraduate (S1) thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15945/. Dikases pada tanggal 17 Februari 2024, pukul 20.51 WIB. 
Penulis adalah Angga Hermansah, Dasun, Lasem

Contact Me

Contact With Me

Sejak awal berdirinya Dasun Heritage Society (DHS), Desa Dasun memiliki beragam kegiatan kreatif dalam melestarikan potensi alam dan budayanya. Mulai dari pendataan potensi, pembuatan film dokumenter, peningkatan literasi melalui perpustakaan, dukungan kegiatan kebudayaan, sampai penyusunan buku. Dasun Heritage Society (DHS) selalu menjadi yang terdepan mengidentifikasi, mengenalkan dan melestarikan warisan Desa Dasun.

  • Desa Dasun, RT 03/RW 01, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang
  • +62 895-4124-99678
  • pusakabaharidasun@gmail.com
  • https://pusakadasun.blogspot.com/